LigaCapsa ~ Seminar tentang management terkadang merupakan refreshing dari kesibukan di kantor, apa lagi kalo pembicaranya menarik. Meskipun sebenarnya aku tidak terlalu berminat, tapi karena tugas dari kantor maka mau tidak mau harus berangkat juga. Session pertama tidaklah terlalu menarik, topiknya bagus tapi pembicaranya terlalu datar dalam menyampaikan, begitu juga pembicara kedua tidak ada yang istimewa sampai acara makan siang. Session ketiga adalah paling berat, dimana serangan kantuk datang, pembicaranya haruslah pintar membawa suasana.
Begitu session ke-3, berjalanlah ke podium seorang perempuan cantik dgn anggunnya, menyihir
pesona peserta seminar. Dgn santai dan penuh percaya diri dia duduk di deretan pembicara dan
moderator, lalu sang moderator membacakan Curiculum Vitae dia, namanya Ardhiana Kusumawati.
Tersentak aku mendengarnya setelah semua CV dibaca. Kupandang lebih seksama, aku hampir yakin
bahwa dia adalah Diana, teman SMA dulu, perempuan pertama kepada siapa aku jatuh cinta dan
perempuan pertama pula yang membuatku patah hati karena cintaku yang tidak terbalas.
Selama session dia, aku tidak dapat mengkonsentrasikan pada materi seminar, kunikmati
penampilan Bu Ardhiana, nama resminya, sampai tidak terasa session dia sudah habis dan
dilanjutkan dgn coffea break.
Bu Ardhiana dikelilingi banyak peserta seminar untuk melanjutkan tanya jawab yang tidak
terakomodir di forum seminar. Dgn tangkasnya dia menjawab semua pertanyaan. Sampai pada
suatu kesempatan dimana dia sendirian saat mengambil kue, kusapa dia dgn nama akrabnya.
“Diana ya..?” sapaku agak ragu. Langsung Bu Ardhiana membalikkan badannya, rambutnya yang terurai menebarkan harum semerbak.
“Hai.., Hendra ya..?” sapa Diana terkejut.
“Kamu sekarang lain, tidak seperti waktu dulu masih SMA, jauh berubah..” lanjut Diana, ada binar kebahagiaan di matanya.
“Kamu juga lain, congratulation good presentation, banyak kemajuan baik penampilan maupun kedewasaan..” balasku.
“Gimana kabarmu dan dimana aja kamu selama ini..?” lanjutku.
“Aku di sekitaran sini aja setelah dari Australia, sekarang aku nginap di hotel ini, habis ini mampir ya, aku udah kangen pingin tahu cerita lainnya..” jawab Diana kegirangan.
“Oke, abis acara ini bagaimana..?” usulku.
“Oke aku di kamar 806, langsung aja ke kamar setelah acara..” katanya sambil meninggalkanku karena acara berikutnya segera dimulai.
Sisa session sudah tidak kuperhatikan lagi, bayangan Diana masih terbayang di mataku, sungguh
anggun dan dewasa penampilannya. Setelan jas dan baju kerjanya tidak dapat menutupi postur
badannya yang dari dulu kuimpikan, malah lebih seksi, dan penampilannya yang penuh percaya diri
menambah keanggunan dan inner beauty-nya. Pukul 4.30 sore acara sudah selesai, bergegas aku menuju lantai 8 kamar 06 yang ternyata letaknya di pojok. Agak ragu kupencet bell di pintu. Tidak lama kemudian muncullah Diana dari balik pintu, dgn mengenakan pakaian santai t-shirt dan celana pendek sungguh jauh berbeda dgn penampilan saat di podium. Sekarang kulihat Diana yang kukenal dulu, tidak jauh berbeda, dgn make-up tipis nyaris tidak kelihatan, dia begitu cantik alami.
“Sorry agak lama ya, abis aku tadi ketiduran sih, masuk Hend, santai saja.., anggap rumah sendiri..,”
sapanya sambil mempersilakan aku masuk.
“Ah nggak apa..” jawabku.
“Baru bangun tidur saja cantiknya seperti itu,” pikirku.
“Nggak ada yang marah nih kalo kita berdua saja di kamar..?” kataku mulai memancing.
“Ah nggak ada, paling juga bini kamu..,” jawabnya. Akhirnya kami mengobrol dan bernostalgia, kemudian aku tahu kalo dia tidak punya anak dan sudah berpisah dgn suaminya sekitar tiga tahun yang lalu, karena mereka sama-sama mengejar karier, dan suaminya punya affair dgn rekan sekantornya. Untuk menghibur diri dan pelarian, Diana melanjutkan study managemant di Australia, dan sekarang inilah dia, seorang perempuan karier dan consultant management yang sedang menanjak. Aku permisi ke kamar mandi, tanpa sengaja melihat benda aneh di tumpukan handuk setelah kuperhatikan, ternyata sebuah set vibrator dgn berbagai ukuran dan model, pikiranku mulai menebak-nebak dan memaklumi perbuatannya, sebagai seorang perempuan normal kebutuhan sex memang perlu, apalagi sudah beberapa tahun tanpa lelaki pendamping. Lagi asyik aku memperhatikan vibrator itu, tiba-tiba pintu diketuk dari luar.
“Hend, mandi aja sekalian..” teriak Diana dari luar.
“Eh.., anu.. emm.. emang aku ingin mandi kok..!” jawabku gugup dan sekenanya. Segera kubuka pakaianku sambil mengamati peralatan toiletrees miliknya, ternyata kutemukan juga lubricant alias pelumas, mungkin pasangan vibrator pikirku lagi. Setelah aku selesai mandi, gantian Diana mandi, ternyata dia sudah menyiapkan kimono untukku. Tidak lama kemudian dia selesai mandi dan hanya berbalut handuk di badannya. Diana keluar kamar mandi, takjub aku dibuatnya, badannya begitu mulus dan seksi.
“Hend, kamu tadi lihat ini ya..?” katanya penuh selidik sambil mempertunjukkan vibratornya.
“Eh.., anu.., nggak sengaja kok, maaf ya, sunguh aku nggak sengaja, jangan marah ya..,” kataku membela diri takut dia marah karena privacy-nya terganggu.
“Nggak apa kok, kita sama-sama dewasa. Selama ini alat inilah yang memuaskan kebutuhanku.” katanya tanpa ada nada sungkan, tapi kulihat kepedihan di matanya. Kupegang tangannya dan kutarik Diana ke pelukanku, dia tidak melawan dan membalas pelukanku, kepalanya disandarkan di bahuku, harum rambutnya membuat birahiku naik.
“Hend, temani aku malam ini, I’ll do everything for you, demi masa lalu kita, ya, please..!” bisiknya
meminta dan merajuk. Tanpa menjawab, kucium keningnya, pipinya dan kulumat bibir manisnya, terasa begitu lembut dan penuh getaran-getaran yang aku sendiri tidak tahu. Jantungku berdegub kencang, aliran darah serasa mencapai ubun-ubun, dan dgn sedikit gemetar tanganku membelai rambutnya. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi, berhadapan dgn Diana, kepada siapa aku pertama kali fall in love, membuatku menjadi begitu nervous. Aku hanya berani mencium pipi dan bibirnya saja, tidak ada keberanian untuk lebih jauh, meskipun nafsu sudah meninggi. Ternyata Diana salah pengertian, dia melepaskan pelukanku.
“Hend, kalo kamu keberatan temani aku nggak apa kok, aku mengerti dan nggak marah,” katanya sambil memandang mataku dgn tajam.
“Bukan itu Na, terus terang aku nervous berhadapan sama kamu, mengingat masa lalu cinta yang nggak kesampaian,” jelasku.
Diana langsung menerjang ke pelukanku sampai kami berdua terjatuh ke ranjang. Kembali mulut
kami memadu kasih, permainan lidah yang sungguh indah karena bukan hanya sekedar nafsu, tapi
ada feeling yang tidak terlukiskan. Sepertinya kami saling melepas rindu yang sudah jauh terpendam. Kugulingkan badan kami sampai sekarang aku menindih badan Diana, ciumanku langsung mendarat di lehernya yang jenjang, tanganku menarik handuk penutup badannya sampai terlepas, dan ternyata dia sudah tidak memakai pakaian dalam lagi. Kulepas kimono dan celana dalamku, sambil menikmati keindahan badan Diana yang sudah telanjang, ternyata jauh lebih indah dan lebih seksi dari imajinasiku.
Badannya yang putih mulus sangat menggoda, payudaranya yang tidak tampak menonjol di balik
jas dan blasernya tadi siang ternyata cukup montok dan kencang, paling tidak 34C. Perutnya rata
seperti halnya seorang peragawati, dan yang paling seksi adalah bulu rambut bawahnya dirapihkan
sampai membentuk V, pemandangan yang tiada duanya. Aku kembali naik ke atas badannya, kucium dan kujilati lehernya, terus turun sampai ke belahan payudaranya, kunaiki bukit itu sampai putingnya yang masih kemerahan. Jilatanku menggoda dan mengundang kegelian pada Diana, dibelainya rambutku.
“Ssshh.. sshh.., trus sayang..! Yaa.. he.. emm..!” desahnya. Jilataan dan sedotanku berpindah dari puncak satu ke lainnya, sambil tanganku mengusap bibir kemaluannya yang ternyata sudah basah. Diana menggelinjang, entah sudah berapa lama tidak dicumbu oleh laki-laki, cengkeraman di rambutku makin kencang dan desahannya semakin keras. Lidahku sudah menjelajah ke daerah perut, berlanjut sampai paha. Kupermainkan jilatan di lututnya, membuat dia menggeliat-geliat, kemudian betis, terakhir kukulum jari-jari kakinya kiri dan kanan.
“Hend, kamu sungguh romantis..,” katanya sambil melihatku menjilati jari kakinya. Giliran selanjutnya adalah selangkangan, aromanya sungguh merangsang, kujilati dari bibir luar sampai masuk ke dalam.
“Aaagghh.., sshh.. hhmm.. yess..!” desah Diana ketika kujilat sambil kumasukkan jari tanganku ke kemaluan dan mengocoknya. Kumainkan lidahku menjelajahi bibir dan luar kemaluan, jilatan terus turun sampai ke lubang dubur dan kembali lagi ke bibir kemaluan. Tidak tahan diperlakukan seperti itu lebih lama, Diana memintaku untuk telentang, kemudian dia bersimpuh di antara kakiku.
“Ini adalah kemaluan kedua yang kupegang setelah suamiku, jauh lebih besar dari punya dia, dan aku tak pernah malakukan ini.” kata Diana langsung menjilati ujung kejantananku. Sambil mengocok, dimasukkan kepala kejantananku ke mulutnya, tanpa kesulitan yang berarti dia mengulum lebih dari setengah batang 17 cm kemaluanku (mungkin biasa dgn dildo), lalu dikocoknya keluar masuk dgn mulut mungilnya. Takut keterusan, kutarik badannya sampai dia telentang, kemudian kembali kutindih badan sexy-nya. Kali ini kami sama-sama telanjang, bagitu hangat. Kami berciuman lagi, sementara tangan Diana menuntun kejantananku ke kemaluannya, disapukan ke seluruh permukaan bibir kemaluan dan dgn sekali dorong amblaslah kejantananku ke kemaluan yang pertama kali kuimpikan, masuk semua.
“Aaahh.. sshh.. yaa.. oeh.., yaa..!” desahnya. Kubiarkan sesaat, kami berdua sama-sama tidak bergerak, saling menikmati saat-saat indah yang sudah lama kudambakan. Kupandangi wajahnya dgn penuh kasih, sorotan matanya memancarkan kerinduan yang dalam.
“Hend, I miss you soo much..!” katanya sambil mencium bibirku. Perlahan kutarik keluar, tapi Diana menahannya, memintaku untuk tetap diam.
“Biarkan aku menikmati saat indah ini..,” katanya lagi, sampai terasa denyutan ringan dari dalam kemaluannya, kuanggap sebagai tanda. Maka pelan-pelan kutarik keluar, kemudian pelan-pelan pula kudorong masuk lagi.
“Ooouugghh.. yess.., Hend.. fuck mee..!” desahnya. Pinggulku makin cepat turun naik, kocokanku bertambah cepat dan keras aku menyodoknya.
“Fuck mee..! Pleaassee.., harder.. harder.., yess.. begitu.., teruss..!” Diana mulai mengerang.
Berulang kali dia mencium dan mengigit ringan bibirku karena gemas, tangannya mencengkeram
tanganku, sementara satunya meremas ujung bantal. Kaki Diana menjepit pinggangku sesampai
pinggulnya sedikit terangkat, lebih memudahkan aku untuk mendorong lebih dalam dan lebih cepat.
Erangan dan desahan Diana makin keras, sepertinya dia meluapkan rasa dahaganya, pinggulnya ikut
bergoyang mengimbangi goyanganku. Tiba-tiba Diana terdiam, remasan di tanganku makin kencang.
“Sayang, aa.. kuke.. ke.., lu.. aarrgghh.., yaa.. yess..! Oh my god.., yess.., Heenn..!” teriak Diana ketika kurasakan denyutan berkepanjangan seirama dgn teriakan Diana, kemudian badannya melemas. Kuhentikan gerakanku untuk memberi dia waktu, tapi sepertinya Diana tidak mau berhenti, pinggulnya kembali bergoyang.
“Ayo sayang, keluarkan di dalam, aku sudah lama tidak merasakan semprotan air mani di kemaluanku..,” pinta Diana mempercepat goyangannya.
Kunaikkan kembali tempo goyanganku dan makin keras, apalagi setelah Diana menaikkan kakinya ke
pundakku, kejantananku serasa menyentuh dinding rahimnya. Desahan demi desahan keluar dari
mulut Diana, goyangan dan gelinjangan badan Diana membuatku tidak dapat bertahan lebih lama,
ditambah perasaan kangen yang mendalam sesampai pertahananku runtuh, maka menyemburlah
air maniku di kemaluannya.
“Ooouuhh.., yess.. oohh my god yess, ya Sayang.., terus.., yess.. oh.., I like it.., yess.. oohh..,” desahnya ketika semburanku menghantam dinding kemaluannya. Denyut demi denyut mengalir di liang kemaluannya, ternyata teriakannya lebih histeris dibandingkan kalo dia sendiri yang orgasme. Dapat dimaklumi, karena vibrator maupun dildo tidak dapat memberikan sensasi denyutan yang seperti itu, dan hal itu mengisi dahaga Diana. Kami berciuman lagi, sampai kejantananku melemas dgn sendirinya.
“Thank you Hend.., kamu telah mengisi kedahagaanku, I love you..,” katanya sambil kembali
menciumku dan kami telentang sambil berpelukan, kepalanya direbahkan di dadaku. Sesaat kami terdiam mengenang peristiwa indah yang baru terjadi, impian yang menjadi kenyataansetelah lebih dari sepuluh tahun terpendam.
★♣★♣★♣★♣★♣★♣★♣★♣★♣★
Mari uji HOKI anda di ligacs.com
Mari uji HOKI anda di ligacs.com
❤️ ‿ ❤️
♣★♣★♣★♣★♣★
0 komentar: