Seputar LigaCapsa ~ Aqu adalah perempuan berusia 19 tahun. kawan-kawan mengatakan aqu cantik, tinggi 170, kulit putih dgn rambut lurus sebahu. Aqu termasuk populer diantara kawan-kawan, pokoknya ‘gaul abis’. Tetapi demikian aqu masih mampu menjaga kesucianku sampai.. Suatu saat aqu dan enam orang kawan Susan (19), Indira (20), Kelvin (22), Detto (22), Toni (23) dan Hendri (20). menghabiskan liburan dgn menginap di villa keluarga Hendri di Puncak.
Susan walaupun tak terlalu tinggi (160) memiliki tubuh padat dgn kulit putih, sangat sexy apalagi dgn ukuran buah dada 36b-nya, Susan telah berpacaran cukup lama dgn Kelvin. Diantara kami bertiga Indira yg paling cantik, tubuhnya sangat proporsi tak heran kalau sang pacar, Detto, sangat tergila-gila dgnnya. Sementara aqu, Hendri dan Toni masih ‘jomblo’. Hendri yg berdarah India sebenarnya suka sama aqu, dia lumayan ganteng cuma saja rambut-rambut dadanya yg lebat terkadang membuat aqu ngeri, karenanya aqu cuma menganggap dia tak lebih dari sekedar kawan.
Acara ke Puncak kami mulai dgn ‘hang-out’ disalah satu kafe terkenal di kota kami. Larut malam baru tiba di Puncak dan langsung menyerbu kamar tidur, kami semua tidur dikamar lantai atas. Udara dingin membuatku terbangun dan menyadari cuma Susan yg ada sementara Indira entah kemana. Rasa haus membuatku beranjak menuju dapur untuk mengambil minum. Sewaktu melewati kamar belakang dilantai bawah, telingaqu menangkap suara orang yg sedang bercakap-cakap. Kuintip dari celah pintu yg tak tertutup rapat, ternyata Detto dan Indira. Niat menegur mereka aqu urungkan, karena kulihat mereka sedang berciuman, awalnya kecupan-kecupan lembut yg kemudian berubah menjadi lumatan-lumatan. Keingintahuan akan kelanjutan adegan itu menahan langkahku menuju dapur. Adegan ciuman itu bertambah ‘panas’ mereka saling memagut dan berguling-gulingan, lidah Detto menjalar bagai bagai ular ketelinga dan leher sementara tangannya menyusup kedalam t-shirt meremas-remas buah dada yg menyebabkan Indira mendesah-desah, suaranya desahannya terdengar sangat sensual. Disibakkannya t-shirt Indira dan lidahnya menjalar dan meliuk-liuk di putingnya, menghisap dan meremas-remas buah dada Indira. Setelah itu tangannya mulai merayap kebawah, mengelus-elus bagian sensitif yg tertutup g-string. Detto berusaha membuka penutup terakhir itu, tapi sepertinya Indira keberatan. Lamat-lamat kudgn pembicaraan mereka.
“Jangan To” tolak Indira.
“Kenapa sayg” tanya Detto.
“Aqu belum pernah.. gituan”
“Makanya dicoba sayg” bujuk Detto.
“Taqut To” Indira beralasan.
“Ngga apa-apa kok” lanjut Detto membujuk
“Tapi To”
“Gini deh”, potong Detto, “Aqu cium aja, kalau kamu ngga suka kita berhenti”
“Janji ya To” sahut Indira ingin meyakinkan.
“Janji” Detto meyakinkan Indira. Detto tak membuang-buang waktu, ia membuka t-shirt dan celana pendeknya dan kembali menikmati bukit kenikmatan Indira yg indah itu, perlahan mulutnya merayap makin kebawah.. kebawah.. dan kebawah. Ia mengecup-ngecup gundukan diantara paha sekaligus menarik turun g-string Indira. Dgn hati-hati Detto membuka kedua paha Indira dan mulai mengecup kewanitaannya disertai jilatan-jilatan. Tubuh Indira bergetar merasakan lidah Detto.
“Agghh.. To.. oohh.. enakk.. Too” Mendengar desahan Indira, Detto semakin menjadi-jadi, ia bahkan menghisap-hisap kewanitaan Indira dan meremas-remas buah dadanya dgn liar. Hentakan-hentakan birahi sepertinya telah menguasai Indira, tubuhnya menggelinjang keras disertai desahan dan erangan yg tak berkeputusan, tangannya mengusap-usap dan menarik-narik rambut Detto, seakan tak ingin melepaskan kenikmatan yg ia rasakan. Indira semakin membuka lebar kedua kakinya agar memudahkan mulut Detto melahap kewanitaannya. Kepalanya mengeleng kekiri-kekanan, tangannya menggapai-gapai, semua yg diraih dicengramnya kuat-kuat. Indira sudah tenggelam dan setiap detik belalu semakin dalam ia menuju ke dasar lautan birahi. Detto tahu persis apa yg harus dilaqukan selanjutnya, ia membuka CDnya dan merangkak naik keatas tubuh Indira. Mereka bergumul dalam ketelanjangan yg berbalut birahi. Sesekali Detto di atas sesekali dibawah disertai gerakan erotis pinggulnya, Indira tak tinggal diam ia melaqukan juga yg sama. Kemaluan mereka saling beradu, menggesek, dan menekan-nekan. Melihat itu semua membuat degup jantung berdetak kencang dan bagian-bagian sensitif di tubuhku mengeras.. Aqu mulai terjangkit virus birahi mereka.
“Jangan To, katanya cuma cium aja” sergah Indira.
“Rileks An” bujuk Detto, sambil mengosok-gosok ujung kemaluannya di kewanitaan Indira.
“Tapi.. To.. oohh.. aahh” protes Indira tenggelam dalam desahannya sendiri.
“Nikmatin aja An”
“Ehh.. akkhh.. mpphh” Indira semakin mendesah
“Gitu An.. rileks.. nanti lebih enak lagi”
“He eh To.. eesshh”
“Enak An..?”
“Ehh.. enaakk To”. Aqu benar-benar ternganga dibuatnya. Seumur hidup belum pernah aqu melihat milik lelaki yg sebenarnya, apalagi adegan ‘live’ seperti itu. Tak ada lagi protes apalagi penolakan cuma desahan kenikmatan Indira yg terdengar.
“Aqu masukin ya An” pertanyaan yg tak membutuhkan jawaban. Detto langsung menekan pinggulnya, ujung kejantanannya tenggelam dalam kewanitaan Indira.
“Aakhh.. To.. eengghh” erang Indira cukup keras, membuat rambut-rambut ditubuhku meremang mendengarnya.
Detto lebih merunduk lagi dgn sikut menahan tubuh, perlahan pinggulnya bergerak turun naik serta mulutnya dgn raqus melumat buah dada Indira.
“Teruss.. Too.. enak banget.. ohh.. isep yg kerass saygg” Indira meracau.
“Aqu suka sekali buah dada kamu An.. mmhh”
“Aqu juga suka kamu isep To.. ahh” Indira menyorongkan dadanya membuat Detto bertambah mudah melumatnya. Bukan cuma Indira yg terayun-ayun gelombang birahi, aqu yg melihat semua itu turut hanyut dibuatnya. Tanpa sadar aqu mulai meremas-remas buah dada dan memainkan putingku sendiri, membuat mataqu terpejam-pejam merasakan nikmatnya. Detto tahu Indira sudah pada situasi ‘point of no return’, ia merebahkan tubuhnya menindih Indira dan memeluknya seraya melumat mulut, leher dan telinga Indira dan.. kulihat Detto menekan pinggulnya, dapat kubaygkan bagaimana kejantanannya melesak masuk ke dalam rongga kenikmatan Indira.
“Auuwww.. To.. sakiitt” jerit Indira.
“Stop.. stop To”
“Rileks An.. supaya enak nanti” bujuk Detto, sambil terus menekan lebih dalam lagi.
“Sakit To.. pleasee.. jangan diterusin”
Terlambat.. seluruh kejantanan Detto telah terbenam di dalam rongga kenikmatan Indira. Beberapa saat Detto tak bergerak, ia mengecup-ngecup leher, pundak dan akhirnya buah dada Indira kembali jadi bulan-bulanan lidah dan mulutnya. Perlaquan Detto membuat birahi Indira terusik kembali, ia mulai melenguh dan mendesah-desah, lama kelamaan semakin menjadi-jadi. Bagian belakang tubuh Detto yg mulai dari punggung, pinggang sampai buah pantatnya tak luput dari remasan-remasan tangan Indira. Detto memahami sekali keadaan Indira, pinggulnya mulai digerakan memutar perlahan sekali tapi mulutnya bertambah ganas melahap gundukan daging Indira yg dihiasi puting kecil kemerah-merahan.
“Uhh.. ohh.. To” desah kenikmatan Indira, kakinya dibuka lebih melebar lagi. Detto tak menyia-nyiakan kesempatan ini dipercepat ritme gerakan pinggulnya.
“Agghh.. ohh.. terus Too” Indira meracau merasakan kejantanan Detto yg berputar-putar di kewanitaannya, kepalanya tengadah dgn mata terpejam, pinggulnya turut bergoyg. Merasakan gerakannya mendapat respon Detto tak ragu lagi untuk menarik-memasukan batang kemaluannya.
“Aaauugghh.. sshh.. Too.. ohh.. Too” Indira tak kuasa lagi menahan luapan kenikmatan yg keluar begitu saya dari mulutnya.
Pinggul Detto yg turun naik dan kaki Indira yg terbuka lebar membuat darahku berdesir, menimbulkan denyut-denyut di bagian sensitifku, kumasukan tangan kiri kebalik celana pendek dan CD. Tubuhku bergetar begitu jari-jemariku meraba-raba kewanitaanku.
“Ssshh.. sshh” desisku tertahan manakala jari tengahku menyentuh bibir kemaluanku yg sudah basah, sesaat ‘life show’ Detto dan Indira terlupakan. Kesadaranku kembali begitu mendengar pekikan Indira.
“Adduuhh.. Too.. nikmat sekalii” Indira terbuai dalam birahinya yg menggebu-gebu.
“Nikmati An.. nikmati sepuas-puasnya”
“Ssshh.. ahh.. ohh.. ennaak Too”
“Punya kamu enaakk sekalii An.. uugghh”
“Ohh.. Too.. aqu sayg kamu.. sshh” desah Indira seraya memeluk, pujian Detto rupanya membuat Indira lebih agresif, pantatnya bergoyg mengikuti irama hentakan-hentakan turun-naik pantat Detto.
“Enaak An.. terus goyg.. uhh.. eenngghh” merasakan goygan Indira Detto semakin mempercepat hujaman-hujaman kejantanannya.
“Ahh.. aahh.. Too.. teruss.. sayaang” pekik Indira.
Semakin liar keduanya bergumul, keringat kenikmatan membanjir menyelimuti tubuh mereka.
“Too.. tekan saygg.. uuhh.. aqu mau ke.. kelu.. aarrghh” erang Indira. Detto menekan pantatnya dalam-dalam dan tubuh keduanya pun mengejang. Gema erangan kenikmatan mereka memenuhi seantero kamar dan kemudian keduanya.. terkulai lemas.
Dikamar aqu gelisah mengingat-ingat kejadian yg baru saja kulihat, bayg-bayg Detto menyetubuhi Indira begitu menguasai pikiranku. Tak kuasa aqu menahan tanganku untuk kembali mengusap-usap seluruh bagian sensitif di tubuhku tetapi keberadaan Susan sangat mengganggu, menjelang ayam berkokok barulah mataqu terpejam. Dalam mimpi adegan itu muncul kembali cuma saja bukan Indira yg sedang disetubuhi Detto tetapi diriku. Jam 10.00 pagi harinya kami jalan-jalan menghirup udara puncak, sekalian membeli makanan dan cemilan sementara Susan dan Kelvin menunggu villa. Belum lagi 15 menit meninggalkan villa perutku tiba-tiba mulas, aqu mencoba untuk bertahan, tak berhasil, bergegas aqu kembali ke villa. Selesai dari kamar mandi aqu mencari Susan dan Kelvin, rupanya mereka sedang di ruang TV dalam keadaan.. bugil. Lagi-lagi aqu mendapat suguhan ‘live show’ yg spektaquler. Tubuh Susan setengah melonjor di sofa dgn kaki menapak kelantai, Kelvin berlutut dilantai dgn tubuh berada diantara kedua kaki Susan, Mulutnya mengulum-ngulum kewanitaan Susan, tak lama kemudian Kelvin meletakan kedua tungkai kaki Susan dibahunya dan kembali menyantap ‘segitiga venus’ yg semakin terpampang dimukanya. Tak ayal lagi Susan berkelojotan diperlaqukan seperti itu.
“Ssshh.. sshh.. aahh” desis Susan.
“Oohh.. Kel.. nikmat sekalii.. sayg”
“Gigit.. Kel.. pleasee.. gigitt”
“Auuwww.. pelan sayg gigitnyaa”
Melengkapi kenikmatan yg sedang melanda dirinya satu tangan Susan mencengkram kepala Kelvin, tangan lainnya meremas-remas buah dada 36b-nya sendiri serta memilin putingnya. Beberapa saat kemudian mereka berganti posisi, Susan yg berlutut di lantai, mulutnya mengulum kejantanan Kelvin, kepalanya turun naik, tangannya mengocok-ngocok batang kenikmatan itu, sekali-kali dijilatnya bagai menikmati es krim. Setiap gerakan kepala Susan sepertinya memberikan sensasi yg luar biasa bagi Kelvin.
“Aaahh.. aauugghh.. teruss saygg” desah Kelvin.
“Ohh.. saygg.. enakk sekalii”. Suara desahan dan erangan membuat Susan tambah bernafsu melumat kejantanan Kelvin.
“Ohh.. Susani.. ngga tahann.. masukin saygg” pinta Kelvin. Susan menyudahi lumatannya dan beranjak keatas, berlutut disofa dgn pinggul Kelvin berada diantara pahanya, tangannya menggapai batang kenikmatan Kelvin, diarahkan kemulut kewanitaannya dan dibenamkan. “Aaagghh” keduanya melenguh panjang merasakan kenikmatan gesekan pada bagian sensitif mereka masing-masing. Dgn kedua tangan berpangku pada pahanya Susan mulai menggerakan pinggulnya mundur maju, karuan saja Kelvin mengeliat-geliat merasakan batangnya diurut-urut oleh kewanitaan Susan. Sebaliknya, milik Kelvin yg menegang keras dirasakan oleh Susan mengoyak-ngoyak dinding dan lorong kenikmatannya. Suara desahan, desisan dan lenguhan saling bersaut manakala kedua insan itu sedang dirasuk kenikmatan duniawi.
Tontonan itu membuat aqu tak dapat menahan keinginanku untuk meraba-raba2 sekujur tubuhku, rasa gatal begitu merasuk kedalam kemaluanku. Kutinggalkan ‘live show’ bergegas menuju kamar, kulampiaskan birahiku dgn mengesek-gesekan bantal di kewanitaanku. Merasa tak puas kusingkap rok miniku, kuselipkan tanganku kedalam CD-ku membelai-belai rambut-rambut tipis di permukaan kewanitaanku dan.. akhirnya menyentuh klitorisku.
“Aaahh.. sshh.. eehh” desahku merasakan nikmatnya elusan-elusanku sendiri, jariku merayap tak terkendali ke bibir kemaluanku, membuka belahannya dan bermain-main ditempat yg mulai basah dgn cairan pelancar, manakala kenikmatan semakin membalut diriku tiba-tiba pintu terbuka.. Susan! masih dgn pakaian kusut menerobos masuk, untung aqu masih memeluk bantal, sehingga kegiatan tanganku tak terlihat olehnya.
“Ehh Ver.. kok ada disini, bukannya tadi ikut yg lain?” sapa Susan terkejut.
“Iya Si.. balik lagi.. perut mules”
“Aqu suruh Kelvin beli obat ya”
“Ngga usah Si.. udah baikan kok”
“Yakin Ver?”
“Iya ngga apa-apa kok” jawabku meyakinkan Susan yg kemudian kembali ke ruang tengah setelah mengambil yg dibutuhkannya. Sirna sudah birahiku karena rasa kaget. Malam harinya selesai makan kami semua berkumpul diruang tengah, Hendri langsung memutar VCD X-2. Adegan demi adegan di film mempengaruhi kami, terutama kawan-kawan lelaki, mereka kelihatan gelisah. Film masih setengah main Susan dan Kelvin menghilang, tak lama kemudian disusul oleh Indira dan Detto. Tinggal aqu, Toni dan Hendri, kami duduk dilantai bersandar pada sofa, aqu di tengah. Melihat adegan film yg bertambah panas membuat birahiku terusik. Rasa gatal menyeruak dikewanitaanku mengelitik sekujur tubuh dan setiap detik berlalu semakin memuncak saja, aqu jadi salah tingkah. Toni yg pertama melihat kegelisahanku.
“Kenapa Ver, gelisah banget horny ya” tegurnya bercanda.
“Ngga lagi, ngaco kamu Ton” sanggahku.
“Kalau horny bilang aja Ver.. hehehe.. kan ada kita-kita” Hendri menimpali.
“Rese’ nih berdua, nonton aja tuh” sanggahku lagi menahan malu. Toni tak begitu saja menerima sanggahanku, diantara kami ia paling tinggi jam terbangnya sudah tentu ia tahu persis apa yg sedang aqu rasakan. Toni tak menyia-nyiakannya, bahuku dipeluknya seperti biasa ia laqukan, seakan tanpa tendensi apa-apa.
“Santai Ver, kalau horny enjoy aja, gak usah malu.. itu artinya kamu normal” bisik Toni sambil meremas pundakku. Remasan dan terpaan nafas Toni saat berbisik menyebabkan semua rambut-rambut di tubuhku meremang, tanpa terasa tanganku meremas ujung rok. Toni menarik tanganku meletakan dipahanya ditekan sambil diremasnya, tak ayal lagi tanganku jadi meremas pahanya.
“Remas aja paha aqu Ver daripada rok” bisik Toni lagi.
Kalau sedang bercanda jangankan paha, pantatnya yg ‘geboy’ saja kadang aqu remas tanpa rasa apapun, kali ini merasakan paha Toni dalam remasanku membuat darahku berdesir keras.
“Ngga usah malu Ver, santai aja” lanjutnya lagi. Entah karena bujukannya atau aqu sendiri yg menginginkan, tak jelas, yg pasti tanganku tak beranjak dari pahanya dan setiap ada adegan yg ‘wow’ kuremas pahanya. Merasa mendapat angin, Toni melepaskan rangkulannya dan memindahkan tangannya di atas pahaqu, awalnya masih dekat dengkul lama kelamaan makin naik, setiap gerakan tangannya membuatku merinding. Entah bagaimana mulainya tanpa kusadari tangan Toni sudah berada dipaha dalamku, tangannya mengelus-elus dgn halus, ingin menepis, tapi, rasa geli-geli enak yg timbul begitu kuatnya, membuatku membiarkan kenakalan tangan Toni yg semakin menjadi-jadi.
“Ver gue suka deh liat leher sama pundak kamu” bisik Toni seraya mengecup pundakku.
Aqu yg sudah terbuai elusannya karuan saja tambah menjadi-jadi dgn kecupannya itu.
“Jangan Ton” tetapi aqu berusaha menolak.
“Kenapa Ver, cuma pundak aja kan” tanpa perduli penolakanku Toni tetap saja mengecup, bahkan semakin naik keleher, disini aqu tak lagi berusaha ‘jaim’.
“Ton.. ahh” desahku tak tertahan lagi.
“Enjoy aja Ver” bisik Toni lagi, sambil mengecup dan menjilat daun telingaqu.
“Ohh Ton” aqu sudah tak mampu lagi menahan, semua rasa yg terpendam sejak melihat ‘live show’ dan film, perlahan merayapi lagi tubuhku. Aqu cuma mampu tengadah merasakan kenikmatan mulut Toni di leher dan telingaqu. Hendri yg sedari tadi asik nonton melihatku seperti itu tak tinggal diam, ia pun mulai turut melaqukan hal yg sama. Pundak, leher dan telinga sebelah kiriku jadi sasaran mulutnya. Melihat aqu sudah pasrah mereka semakin agresif. Tangan Toni semakin naik hingga akhirnya menyentuh kewanitaanku yg masih terbalut CD. Elusan-elusan di kewanitaanku, remasan Hendri di buah dadaqu dan kehangatan mulut mereka dileherku membuat magma birahiku menggelegak sejadi-jadinya.
“Agghh.. Tonn.. Drii.. ohh.. sshh” desahanku bertambah keras. Hendri menyingkap tang-top dan braqu bukit kenyal 34b-ku menyembul, langsung dilahapnya dgn raqus. Toni juga beraksi memasukan tangannya kedalam CD meraba-raba kewanitaanku yg sudah basah oleh cairan pelicin. Aqu jadi tak terkendali dgn serangan mereka tubuhku bergelinjang keras.
“Emmhh.. aahh.. ohh.. aagghh” desahanku berganti menjadi erangan-erangan. Mereka melucuti seluruh penutup tubuhku, tubuh polosku dibaringkan dilantai beralas karpet dan mereka pun kembali menjarahnya. Hendri melumat bibirku dgn bernafsu lidahnya menerobos kedalam rongga mulutku, lidah kami saling beraut, mengait dan menghisap dgn liarnya. Sementara Toni menjilat-jilat pahaqu lama kelamaan semakin naik.. naik.. dan akhirnya sampai di kewanitaanku, lidahnya bergerak-gerak liar di klitorisku, bersamaan dgn itu Hendri pun sudah melumat buah dadaqu, putingku yg kemerah-merahan jadi bulan-bulanan bibir dan lidahnya. Diperlaqukan seperti itu membuatku kehilangan kesadaran, tubuhku bagai terbang diawang- awang, terlena dibawah kenikmatan hisapan-hisapan mereka. Bahkan aqu mulai berani punggung Hendri kuremas-remas, kujambak rambutnya dan merengek-rengek meminta mereka untuk tak berhenti melaqukannya.
“Aaahh.. Tonn.. Drii.. teruss.. sshh.. enakk sekalii”
“Nikmatin Ver.. nanti bakal lebih lagi” bisik Hendri seraya menjilat dalam-dalam telingaqu. Mendengar kata ‘lebih lagi’ aqu seperti tersihir, menjadi hiperaktif pinggul kuangkat-angkat, ingin Toni melaqukan lebih dari sekedar menjilat, ia memahami, disantapnya kewanitaanku dgn menyedot-nyedot gundukan daging yg semakin basah oleh ludahnya dan cairanku. Tak berapa lama kemudian aqu merasakan kenikmatan itu semakin memuncak, tubuhku menegang, kupeluk Hendri-yg sedang menikmati puting susu-dgn kuatnya.
“Aaagghh.. Tonn.. Drii.. aquu.. oohh” jeritku keras, dan merasakan hentak-hentakan kenikmatan didalam kewanitaanku. Tubuhku melemas.. lungai. Toni dan Hendri menyudahi ‘hidangan’ pembukanya, dibiarkan tubuhku beristirahat dalam kepolosan, sambil memejamkan mata kuingat-ingat apa yg baru saja kualami. Permainan Hendri di buah dada dan Toni di kewanitaanku yg menyebarkan kenikmatan yg belum pernah kualami sebelumnya, dan hal itu telah kembali menimbulkan getar-getar birahi diseluruh tubuhku. Aqu semakin tenggelam saja dalam bayg-bayg yg menghanyutkan, dan tiba-tiba kurasakan hembusan nafas ditelingaqu dan rasa tak asing lagi.. hangat basah.. Ahh.. bibir dan lidah Hendri mulai lagi, tapi kali ini tubuhku seperti di gelitiki ribuan semut, ternyata Hendri sudah polos dan rambut-rambut lebat di tangan dan dadanya menggelitiki tubuhku. Begitupun Toni sudah bugil, ia membuka kedua pahaqu lebar-lebar dgn kepala sudah berada diantaranya.
Mataqu terpejam, aqu sadar betul apa yg akan terjadi, kali ini mereka akan menjadikan tubuhku sebagai ‘hidangan’ utama. Ada rasa kuatir dan taqut tapi juga menantikan kelanjutannya dgn berdebar. Begitu kurasakan mulut Toni yg berpengalaman mulai beraksi.. hilang sudah rasa kekuatiran dan ketaqutanku. Gairahku bangkit merasakan lidah Toni menjalar dibibir kemaluanku, ditambah lagi Hendri yg dgn lahapnya menghisap-hisap putingku membuat tubuhku mengeliat-geliat merasakan geli dan nikmat dikedua titik sensitif tubuhku.
“Aaahh.. Tonn.. Drii.. nngghh.. aaghh” rintihku tak tertahankan lagi. Toni kemudian mengganjal pinggulku dgn bantal sofa sehingga pantatku menjadi terangkat, lalu kembali lidahnya bermain dikemaluanku. Kali ini ujung lidahnya sampai masuk kedalam liang kenikmatanku, bergerak-gerak liar diantara kemaluan dan anus, seluruh tubuhku bagai tersengat aliran listrik aqu hilang kendali. Aqu merintih, mendesah bahkan menjerit-jerit merasakan kenikmatan yg tiada taranya. Lalu kurasakan sesuatu yg hangat keras berada dibibirku.. kejantanan Hendri! Aqu mengeleng-gelengkan kepala menolak keinginannya, tapi Hendri tak menggubrisnya ia malah manahan kepalaqu dgn tangannya agar tak bergerak.
“Jilat.. Ver” perintahnya tegas.
Aqu tak lagi bisa menolak, kujilat batangnya yg besar dan sudah keras membatu itu, Hendri mendesah-desah merasakan jilatanku.
“Aaahh.. Verr.. jilat terus.. nngghh” desah Hendri.
“Jilat kepalanya Ver” aqu menuruti permintaannya yg tak mungkin kutolak.
Lama kelamaan aqu mulai terbiasa dan dapat merasakan juga enaknya menjilat-jilat batang kemaluan itu, lidahku berputar dikepala kemaluannya membuat Hendri mendesis desis.
“Ssshh.. nikmat sekali Verr.. isep saygg.. isep” pintanya diselah-selah desisannya. Aqu tak tahu harus berbuat bagaimana, kuikuti saja apa yg pernah kulihat di film, kepala kejantanannya pertama-tama kumasukan kedalam mulut, Hendri meringis.
“Jangan pake gigi Ver.. isep aja” protesnya, kucoba lagi, kali ini Hendri mendesis nikmat.
“Ya.. gitu sayg.. sshh.. enak.. Ver” Melihat Hendri saat itu membuatku turut larut dalam kenikmatannya, apalagi ketika sebagian kejantanannya melesak masuk menyentuh langit-langit mulutku, belum lagi kenakalan lidah Toni yg tiada henti-hentinya menggeraygi setiap sudut kemaluanku. Aqu semakin terombang-ambing dalam gelombang samudra birahi yg melanda tubuhku, aqu bahkan tak malu lagi mengocok-ngocok kejantanan Hendri yg separuhnya berada dalam mulutku.
Beberapa saat kemudian Hendri mempercepat gerakan pinggulnya dan menekan lebih dalam batang kemaluannya, tanganku tak mampu menahan laju masuknya kedalam mulutku. Aqu menjadi gelagapan, ku geleng-gelengkan kepalaqu hendak melepaskan benda panjang itu tapi malah berakibat sebaliknya, gelengan kepalaqu membuat kemaluannya seperti dikocok-kocok. Hendri bertambah beringas mengeluar-masukan batangnya dan..
“Aaagghh.. nikmatt.. Verr.. aqu.. kkeelluaarr” jerit Hendri, air maninya menyembur-nyembur keras didalam mulutku membuatku tersedak, sebagian meluncur ke tenggorokanku sebagian lagi tercecer keluar dari mulutku. Aqu sampai terbatuk-batuk dan meludah-ludah membuang sisa yg masih ada dimulutku. Toni tak kuhiraukan aqu langsung duduk bersandar menutup dadaqu dgn bantal sofa.
“Gila Hendri.. kira-kira dong” celetukku sambil bersungut-sungut.
“Sorry Ver.. ngga tahan.. abis isepan kamu enak banget” jawab Hendri dgn tersenyum.
“Udah Ver jangan marah, kamu masih baru nanti lama lama juga bakal suka” sela Toni seraya mengambilkan aqu minum dan membersihkan sisa air mani dari mulutku.
Toni benar, aqu sebenarnya tadi menikmati sekali, apalagi melihat mimik Hendri saat akan keluar cuma saja semburannya yg membuatku kaget. Toni membujuk dan memelukku dgn lembut sehingga kekesalanku segera surut. Dikecupnya keningku, hidungku dan bibirku. Kelembutan perlaquannya membuatku lupa dgn kejadian tadi. Kecupan dibibir berubah menjadi lumatan-lumatan yg semakin memanas kami pun saling memagut, lidah Toni menerobos mulutku meliuk-liuk bagai ular, aqu terpancing untuk membalasnya. Ohh.. sungguh luar biasa permainan lidahnya, leher dan telingaqu kembali menjadi sasarannya membuatku sulit menahan desahan-desahan kenikmatan yg begitu saja meluncur keluar dari mulutku. Toni merebahkan tubuhku kembali dilantai beralas karpet, kali ini dadaqu dilahapnya puting yg satu dihisap-hisap satunya lagi dipilin-pilin oleh jari-jarinya. Dari dada kiriku tangannya melesat turun ke kewanitaanku, dielus-elusnya kelentit dan bibir kemaluanku. Tubuhku langsung mengeliat-geliat merasakan kenakalan jari-jari Toni.
“Ooohh.. mmppff.. ngghh.. sshh” desisku tak tertahan.
“Teruss.. Tonn.. aakkhh”. Aqu menjadi lebih menggila waktu Toni mulai memainkan lagi lidahnya di kemaluanku, seakan kurang lengkap kenikmatan yg kurasakan, kedua tanganku meremas-remas buah dadaqu sendiri.
“Ssshh.. nikmat Tonn.. mmpphh” desahanku semakin menjadi-jadi. Tak lama kemudian Toni merayap naik keatas tubuhku, aqu berdebar menanti apa yg akan terjadi. Toni membuka lebih lebar kedua kakiku, dan kemudian kurasakan ujung kejantanannya menyentuh mulut kewanitaanku yg sudah basah oleh cairan cinta.
“Aauugghh.. Tonn.. pelann” jeritku lirih, saat kepala kejantanannya melesak masuk kedalam rongga kemaluanku. Toni menghentikan dorongannya, sesaat ia mendiamkan kepala kemaluannya dalam kehangatan liang kewanitaanku. Kemudian-masih sebatas ujungnya-secara perlahan ia mulai memundur-majukannya. Sesuatu yg aneh segera saja menjalar dari gesekan itu keseluruh tubuhku. Rasa geli, enak dan entah apalagi berbaur ditubuhku membuat pinggulku mengeliat-geliat mengikuti tusukan-tusukan Toni.
“Ooohh.. Tonn.. sshh.. aahh.. enakk Tonn” desahku lirih.. Aqu benar-benar tenggelam dalam kenikmatan yg luar biasa akibat gesekan-gesekan di mulut kewanitaanku. Mataqu terpejam-pejam kadang kugigit bibir bawahku seraya mendesis.
“Enak.. Ver” tanya Toni berbisik.
“He ehh Tonn.. oohh enakk.. Tonn.. sshh”
“Nikmatin Ver.. nanti lebih enak lagi” bisiknya lagi.
“Ooohh.. Tonn.. ngghh” Toni terus mengayunkan pinggulnya turun-naik-tetap sebatas ujung kejantanannya-dgn ritme yg semakin cepat. Selagi aqu terayun-ayun dalam buaian birahi, tiba-tiba Toni menekan kejantanannya lebih dalam membelah kewanitaanku.
“Auuhh.. sakitt Tonn” jeritku saat kejantanannya merobek selaput daraqu, rasanya seperti tersayat silet, Toni menghentikan tekanannya.
“Pertama sedikit sakit Ver.. nanti juga hilang kok sakitnya” bisik Toni seraya menjilat dan menghisap telingaqu. Entah bujukannya atau karena geliat liar lidahnya, yg pasti aqu mulai merasakan nikmatnya milik Toni yg keras dan hangat didalam rongga kemaluanku. Toni kemudian menekan lebih dalam lagi, membenamkan seluruh batang kemaluannya dan mengeluar-masukannya. Gesekan kejantanannya dirongga kewanitaanku menimbulkan sensasi yg luar biasa! Setiap tusukan dan tarikannya membuatku menggelepar-gelepar.
“Ssshh.. ohh.. ahh.. enakk Tonn.. empphh” desahku tak tertahan.
“Ohh.. Verr.. enak banget punya kamu.. oohh” puji Toni diantara lenguhannya.
“Agghh.. terus Tonn.. teruss” aqu meracau tak karuan merasakan nikmatnya hujaman-hujaman kejantanan Toni di kemaluanku. Peluh-peluh birahi mulai menetes membasahi tubuh. Jeritan, desahan dan lenguhan mewarnai pergumulan kami. Menit demi menit kejantanan Toni menebar kenikmatan ditubuhku. Magma birahi semakin menggelegak sampai akhirnya tubuhku tak lagi mampu menahan letupannya.
“Tonii.. oohh.. tekan Tonn.. agghh.. nikmat sekali Tonn” jeritan dan erangan panjang terlepas dari mulutku. Tubuhku mengejang, kupeluk Toni erat-erat, magma birahiku meledak, mengeluarkan cairan kenikmatan yg membanjiri relung-relung kewanitaanku.
Tubuhku terkulai lemas, tapi itu tak berlangsung lama. Beberapa menit kemudian Toni mulai lagi memacu gairahku, hisapan dan remasan didadaqu serta pinggulnya yg berputar kembali membangkitkan birahiku. Lagi-lagi tubuhku dibuat mengelepar-gelepar terayun dalam kenikmatan duniawi. Tubuhku dibolak-balik bagai daging panggang, setiap posisi memberikan sensasi yg berbeda. Entah berapa kali kewanitaanku berdenyut-denyut mencapai klimaks tapi Toni sepertinya belum ingin berhenti menjarah tubuhku. Selagi posisiku di atas Toni, Hendri yg sedari tadi cuma menonton serta merta menghampiri kami, dgn berlutut ia memelukku dari belakang. Leherku dipagutnya seraya kedua tangannya memainkan buah dadaqu. Apalagi ketika tangannya mulai bermain-main diklitorisku membuatku menjadi tambah meradang. Kutengadahkan kepalaqu bersandar pada pundak Hendri, mulutku yg tak henti-hentinya mengeluarkan desahan dan lenguhan langsung dilumatnya. Pagutan Hendri kubalas, kami saling melumat, menghisap dan bertukar lidah. Pinggulku semakin bergoyg berputar, mundur dan maju dgn liarnya. Aqu begitu menginginkan kejantanan Toni mengaduk-aduk seluruh isi rongga kewanitaanku yg meminta lebih dan lebih lagi.
“Aaargghh.. Verr.. enak banget.. terus Ver.. goyg terus” erang Toni. Erangan Toni membuat gejolak birahiku semakin menjadi-jadi, kuremas buah dadaqu sendiri yg ditinggalkan tangan Hendri.. Ohh aqu sungguh menikmati semua ini. Hendri yg merasa kurang puas meminta merubah posisi. Toni duduk disofa dgn kaki menjulur dilantai, Aqupun merangkak kearah batang kemaluannya.
“Isep Ver” pinta Toni, segera kulumat kejantanannya dgn raqus.
“Ooohh.. enak Ver.. isep terus”. Bersamaan dgn itu kurasakan Hendri menggesek-gesek bibir kemaluanku dgn kepala kejantanannya. Tubuhku bergetar hebat, saat batang kemaluan Hendri-yg satu setengah kali lebih besar dari milik Toni-dgn perlahan menyeruak menembus bibir kemaluanku dan terbenam didalamnya. Tusukan-tusukan kejantanan Hendri serasa membakar tubuh, birahiku kembali menggeliat keras. Aqu menjadi sangat binal merasakan sensasi erotis dua batang kejantanan didalam tubuhku. Batang kemaluan Toni kulumat dgn sangat bernafsu. Kesadaranku hilang sudah naluriku yg menuntun melaqukan semua itu.
“Verr.. terus Verr.. gue ngga tahan lagi.. Aaarrgghh” erang Toni.
Aqu tahu Toni akan segera menumpahkan cairan kenikmatannya dimulutku, aqu lebih siap kali ini. Selang berapa saat kurasakan semburan-semburan hangat sperma Toni.
“Aaagghh.. nikmat banget Verr.. isep teruss.. telan Verr” jerit Toni, lagi-lagi naluriku menuntun agar aqu mengikuti permintaan Toni, kuhisap kejantananya yg menyemburkan cairan hangat dan.. kutelan cairan itu. Aneh! Entah karena rasanya, atau sensasi sexual karena melihat Toni yg mencapai klimaks, yg pasti aqu sangat menyukai cairan itu. Kulumat terus itu hingga tetes terakhir dan benda keras itu mengecil.. lemas. Toni beranjak meninggalkan aqu dan Hendri, sepeninggal Toni aqu merasa ada yg kurang. Ahh.. ternyata dikerjai dua lelaki jauh lebih mengasikkan buatku. Tetapi hujaman-hujaman kemaluan Hendri yg begitu bernafsu dalam posisi ‘doggy’ dapat membuatku kembali merintih-rintih. Apalagi ditambah dgn elusan-elusan Ibu jarinya dianusku. Bukan cuma itu, setelah diludahi Hendri bahkan memasukan Ibu jarinya ke lubang anusku. Sodokan-sodokan dikewanitaanku dan Ibu jarinya dilubang anus membuatku mengerang-erang.
“Ssshh.. engghh.. yg keras Drii.. mmpphh”
“Enak banget Drii.. aahh.. oohh”
Mendengar eranganku Hendri tambah bersemangat menggedor kedua lubangku, Ibu jarinya kurasakan tambah dalam menembus anusku, membuatku tambah lupa daratan. Sedang asiknya menikmati, Hendri mencabut kejantanan dan Ibu jarinya.
“Hendrii.. kenapa dicabutt” protesku.
“Masukin lagi Dri.. pleasee” pintaqu menghiba. Sebagai jawaban aqu cuma merasakan ludah Hendri berceceran di lubang anusku, tapi kali ini lebih banyak. Aqu masih belum mengerti apa yg akan dilaqukannya. Saat Andi mulai menggosok kepala kemaluannya dilubang anus baru aqu sadar apa yg akan dilaqukannya.
“Hendrii.. pleasee.. jangan disitu” aqu menghiba meminta Hendri jangan melaqukannya. Hendri tak menggubris, tetap saja digosok-gosokannya, ada rasa geli-geli enak kala ia melaqukan hal itu. Dibantu dgn sodokan jarinya dikemaluanku hilang sudah protesku. Tiba-tiba kurasakan kepala kemaluannya sudah menembus anusku. Perlahan tetapi pasti, sedikit demi sedikit batang kenikmatannya membelah anusku dan tenggelam habis didalamnya.
“Aduhh sakitt Drii.. akhh..!” keluhku pasrah karena rasanya mustahil menghentikan Hendri.
“Rileks Ver.. seperti tadi, nanti juga hilang sakitnya” bujuknya seraya mencium punggung dan satu tangannya lagi mengelus-elus klitorisku. Separuh tubuhku yg tengkurap disofa sedikit membantuku, dgn begitu memudahkan aqu untuk mencengram dan mengigit bantal sofa untuk mengurangi rasa sakit. Berangsur-angsur rasa sakit itu hilang, aqu bahkan mulai menyukai batang keras Hendri yg menyodok-nyodok anusku. Perlahan-lahan perasaan nikmat mulai menjalar disekujur tubuhku.
“Aaahh.. aauuhh.. oohh Drii” erang-erangan birahiku mewarnai setiap sodokan kemaluan Hendri yg besar itu. Hendri dgn buasnya menghentak-hentakan pinggulnya. Semakin keras Hendri menghujamkan kejantananya semakin aqu terbuai dalam kenikmatan. Toni yg sudah pulih dari ‘istirahat’nya tak ingin cuma menonton, ia kembali bergabung. Membaygkan akan dijarah lagi oleh mereka menaikan tensi gairahku. Atas inisiatif Toni kami pindah kekamar tidur, jantungku berdebar-debar menanti permainan mereka. Toni merebahkan diri terlentang ditempat tidur dgn kepala beralas bantal, tubuhku ditarik menindihinya. Sambil melumat mulutku-yg segera kubalas dgn bernafsu-ia membuka lebar kedua pahaqu dan langsung menancapkan kemaluannya kedalam kemaluanqu. Hendri yg berada dibelakang membuka belahan pantatku dan meludahi lubang anusku. Menyadari apa yg akan mereka laqukan menimbulkan getaran birahi yg tak terkendali ditubuhku. Sensasi sexual yg luar bisa hebat kurasakan saat kejantanan mereka yg keras mengaduk-aduk rongga kewanitaan dan anusku. Hentakan-hentakan milik mereka dikedua lubangku memberi kenikmatan yg tak terperikan.
Hendri yg sudah lelah berlutut meminta merubah posisi, ia mengambil posisi tiduran, tubuhku terlentang diatasnya, kejantanannya tetap berada didalam anusku. Toni langsung membuka lebar-lebar kakiku dan menghujamkan kejantanannya dikemaluanku yg terpampang menganga. Posisi ini membuatku semakin menggila, karena bukan cuma kedua lubangku yg digarap mereka tapi juga buah dadaqu. Hendri dgn mudahnya memagut leherku dan satu tangannya meremas buah dadaqu, Toni melengkapinya dgn menghisap puting buah dadaqu satunya. Aqu sudah tak mampu lagi menahan deraan kenikmatan demi kenikmatan yg menghantam sekujur tubuhku. Hantaman-hantaman Toni yg semakin buas dibarengi sodokan Hendri, sungguh tak terperikan rasanya. Hingga akhirnya kurasakan sesuatu didalam kewanitaanku akan meledak, keliaranku menjadi-jadi.
“Aaagghh.. ouuhh.. Tonn.. Drii.. tekaann” jerit dan erangku tak karuan. Dan tak berapa lama kemudian tubuhku serasa melayg, kucengram pinggul Toni kuat-kuat, kutarik agar batangnya menghujam keras dikemaluanku, seketika semuanya menjadi gelap pekat. Jeritanku, lenguhan dan erangan mereka menjadi satu.
“Aaarrghh.. Verr.. enakk bangeett”. Keduanya menekan dalam-dalam milik mereka, cairan hangat menyembur hampir bersamaan dikedua lubangku. Tubuhku bergetar keras didera kenikmatan yg amat sangat dahsyat, tubuhku mengejang berbarengan dgn hentakan-hentakan dikewanitaanku dan akhirnya kami.. terkulai lemas. Sepanjang malam tak henti-hentinya kami mengayuh kenikmatan demi kenikmatan sampai akhirnya tubuh kami tak lagi mampu mendayung. Kami terhempas kedalam mimpi dgn senyum kepuasan. Dihari-hari berikutnya bukan cuma Hendri dan Toni yg memberikan kepuasan, tapi juga lelaki-lelaki lain yg aqu sukai. Tapi aqu tak pernah bisa meraih kenikmatan bila cuma dgn satu lelaki.. aqu baru akan mencapai kepuasan bila ‘dijarah’ oleh dua atau tiga lelaki sekaligus.
0 komentar: