Seputar LigaCapsa~ Jika Anda bertandang ke Pasar Gede Hardjonagoro, Solo, jangan ragu untuk mampir ke kedai es dawet telasih Bu Dermi. Letaknya berada di dalam pasar, sehingga ketika menyantap es dawet yang digemari berbagai kalangan ini, Anda akan disuguhkan pemandangan aktivitas pasar. Adalah Rut Tulus Subekti, sosok di balik jajanan dawet telasih Bu Dermi.
Ia adalah generasi ketiga yang kini meneruskan usaha es dawet yang mulai dibuka sejak tahun 1930-an.
"Sudah 15 tahun jualan es dawet, pelanggan di sini macam-macam. Pak Jokowi dulu juga suka mampir ke sini waktu sebelum jadi Presiden," kata Utit sapaan akrabnya kepada Kompas.com. Menurut Utit, kedainya yang hanya sepetak tersebut tidak pernah sepi dari pengunjung. Bahkan wisatawan mancanegara pun kerap datang ke kedainya.
Kecilnya kedai yang dimiliki Bu Utit sepertinya tak cukup menampung para penggila es dawet. Bahkan, saking ingin segera menyantap kesegaran es dawet, tak sedikit orang yang menyantapnya sambil berdiri.
"Pak Jokowi dulu minum es dawet ya kadang sambil berdiri," tutur Utit seraya mengenang. Rupanya alasan orang-orang rela menikmati es dawet ini sambil berdiri, karena es dawet buatannya masih sangat menjaga ketradisionalnnya. Dalam semangkuk es dawet, disajikan juga ketan hitam, tape ketan, jenang sumsum, biji telasih, cairan gula dan santan dengan tambahan es batu yang menyegarkan tenggorokan. Selain itu, es dawet khas Solo berbeda dengan es dawet di tempat lain seperti di daerah Butuh, Purworejo, Jawa Tengah.
Bila dawet yang dijual di Butuh, Purworejo berwarna hitam, maka di Solo berwarna hijau. Selain itu perbedaan lainnya terlihat dari penggunaan gula jawa. Es Dawet Telasih tak menggunakan gula jawa seperti dawet yang dijual di Butuh. Begitu dicicipi, rasa manis tak terlalu terasa tajam di lidah. Menyeruput kuah santan yang dingin serta biji telasih membuat ketagihan dan serasa ingin menambah lagi. Es dawet telasih Bu Dermi dibuka pukul 08.00 WIB dan tutup pada pukul 15.00 WIB, maka jangan heran jika pada pagi hari jajanan yang dibanderol dengan harga Rp 8.000 per mangkuk ini sudah diserbu penikmatnya.
Jangan berharap Anda selalu bisa mendapatkan tempat duduk dan meja. Bu Utik hanya menyediakan bangku dengan panjang sekitar satu meter untuk pembeli.
Jika tak mendapat duduk, Anda harus berdiri di depan warung dan tak jarang terganggu oleh hilir mudik pengunjung Pasar Gede. Namun, itulah sensasi yang bisa dirasakan ketika menyantap langsung di lokasi dibandingkan jika membeli dan dibawa pulang.
Situs Resmi Poker & Domino99 Online
* P.E.N.A.S.A.R.A.N *
0 komentar: